Child - Us

Child - Us
with Sanggar Waringin's child

Rabu, 01 Oktober 2014

Pekerja Anak



KONDISI TERKINI PEKERJA ANAK DI INDONESIA
SERTA PEMENUHAN HAK-HAK ANAK

Oleh
Santo Arimartin                                              170310110015
Indah Darma                                                   170310110020
Anissa Nur Fitri                                              170310110033
Pradini Nur’amalia Arliani                              170310110073
Ajruni Wulandestie Arifin                              170310110075

SOCIAL WORK WITH CHILDREN AND FAMILY
Semester VII
Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik




UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
JATINANGOR
2014
PEKERJA ANAK DI INDONESIA

Disusun oleh: Santo Arimartin. Indah Darma. Anissa Nur Fitri.
Pradini Nur’amalia. Ajruni Wulandestie

PENDAHULUAN
Permasalahan terkait dengan pekerja anak di Indonesia hingga saat ini belum mendapat suatu titik temu yang konkrit. Padahal efek yang ditimbulkan dari permasalahan ini tentunya akan merugikan bagi anak itu sendiri. Fenomena pekerja anak merupakan gambaran betapa kompleks dan rumitnya permasalahan anak.Biasanya, anak-anak yang dipekerjakan melakukan aktifitas seperti mengamen, ojek payung, makanan ringan, dan berbagai pekerjaan lainnya yang melibatkan anak di bawah umur 18 tahun (UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak).
Anak merupakan anugerah dari Yang Maha Kuasa yang harus dilindungi, difasilitasi, dan diperhatikan tumbuh-kembangnya. Sebagai generasi penerus, hendaknya aspek biologis, psikologis, sosial, budaya, dan spiritual dari anak harus diperhatikan sehinggan anak dapat mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
            Dalam konteksnya, sebenarnya anak mempunyai hak yang bersifat asasi sebagaimana yang dimiliki orang dewasa. Namun, perlindungan terhadapnya tidak sepopuler ketika masalah HAM yang menyangkut orang dewasa atau isu gender diumbar ke khalayak umur. Banyak anak-anak yang berada di bawah umur menjadi objek dalam pelanggaran terhadap hak-hak anak akibat pembangunan ekonomi yang dilakukan. Di negara kita, pekerja anak dapat dilihat dengan mudah, di pertigaan jalan atau di perempatan jalan. Pandangan kita jelas teruju pada sekelompok anak yang mengamen, mengemis, atau mengais rezeki di jalanan. Itu hanya sedikit dari betapa mirisnya kondisi anak-anak di Indonesia. Masih banyak yang tidak terlihat jelas, upaya-upaya pengeksploitasian anak-anak di negeri ini bahkan dapat disejajarkan dengan tindakan kriminal.
Dalam data yang dimiliki oleh ILO (International Labor Organization), disebutkan bahwa:
1.      Dari jumlah keseluruhan anak berusia 5-17 , sekitar 58.8 juta , 4.05 juta, 6.9 % diantaranya termasuk dalam kategori anak yang bekerja. Dari jumlah keseluruhan anak yang bekerja, 1.76 juta atau 43.3 % merupakan pekerja anak.
2.      Dari jumlah keseluruhan pekerja anak berusia 5-17, 48.1 juta atau 81.8 % bersekolah, 24.3 juta atau 41.2 % terlibat dalam pekerjaan rumah dan 6.7 juta atau 11.4 % tergolong sebagai ‘idle’, yaitu tidak bersekolah, tidak membantu di rumah, dan tidak bekerja.
3.      Sekitar 50 % pekerja anak bekerja sedikitnya 21 jam per minggu dan 25 % sedikitnya 12 jam per minggu. rata-rata, anak yang bekerja bekerja 25.7 jam per minggu, sementara mereka yang tergolong pekerja anak bekerja 35.1 jam per minggu. Sekitar 20.7 % dari anak yang bekerja itu bekerja pada kondisi berbahaya misalnya lebih dari 40 jam per minggu.
4.      Anak yang bekerja umumnya masih bersekolah, bekerja tanpa dibayar sebagai anggota keluarga, serta terlibat dalam bidang pekerjaan pertanian, jasa, dan manufaktur.
5.      Jumlah dan karakteristik anak dan pekerja anak dibedakan antara jenis kelamin dan kelompok umur.
Mengacu kepada data yang dikeluarkan oleh ILO di atas, terbukti bahwa jumlah pekerja anak di dunia masih relatif banyak dan dapat terdeteksi. Sementara di sisi lain, 48 negara dunia telah menandatangani The Universal Declaration of Human Right. Hal ini memicu kami untuk melakukan pembahasan lebih lanjut baik dari segi teoritis maupun fakta terkait dengan isu di atas, serta mencoba menganalisis dan mendeskripsikan apa yang menjadi rekomendasi bagi pekerja anak di kemudian hari.

PEMBAHASAN
A.    Definisi Anak
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia bermain/oddler (1-2,5tahun), pra sekolah (2,5-5), usia sekolah (5-11 tahun) hingga remaja (11-18 tahun). Rentang ini berada antara anak satu dengan yang lain mengingat latar belakang anak berbeda. Pada anak terdapat rentang perubahan pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat.
Anak yang bekerja sesungguhnya waktu yang mereka habiskan untuk bekerja adalah waktu yang terbuang untuk mereka mendapatkan hak di bidang pendidikan. Karena pekerjaan yang dilakukan anak akan menghambat mereka memperoleh pendidikan yang dibutuhkan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di masa depan.

B.     Pekerja Anak
Menurut wikipedia, “Pekerja Anak adalah sebuah istilah untuk mempekerjakan anak kecil. Istilah pekerja anak dapat memiliki konotasi pengeksploitasian anak kecil atas tenaga mereka dengan gaji yang kecil atau pertimbangan bagi perkembangan kepribadian mereka, kemanannya, kesehatan, dan prospek masa depan”.
Sementara Irwanto (1995), pekerja anak merupakan rasionalisasi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga yang dilanda kemiskinan. Argumen ini menjadi legimitasi mempekerjakan anak-anak, bahkan dengan pekerjaan yang eksploitatif, upah murah, dan pekerjaan yang berbahaya.Keadaan pekerja anak ini dilematis, di satu sisi anak-anak bekerja untuk memberikan kontribusi pendapatan keluarga namun mereka rentan dengan eksploitasi dan perlakuan salah.

C.    Hak Anak
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa pengertian anak sebagai berikut : “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.” Pengertian tersebut berbeda dengan pengertian yang terdapat pada UU Nomor 4 tahun 1979 dimana menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapi usia 21 tahun dan belum kawin. Sedangkan Elizabeth D. Hurlock (1982:108), menyatakan bahwa : “anak adalah masa yang dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan, kira-kira usia 2 tahun sampai saat anak matang secaras eksual, kira-kira 13 tahun untuk wanita dan 14 tahun untuk pria.”
Terkandung dalam pengertian di atas bahwa dalam sebuah keluarga terdapat anak-anak yang menjadi tanggung jawab orang tua, baik yang masih dalam kandungan, masa bayi hingga anak mencapai usia dewasa dan mandiri.  Sebagai bagian dari masyarakat bangsa, anak juga memiliki hak yang berguna dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya. Pengakuan terhadap hak anak secara Internasional dilakukan oleh PBB melalui suatu konvensi yaitu pada tahun 1989. Prinsip-prinsip yang dianut dalam Konvensi Hak Anak adalah :
1.        Non Diskriminasi (Pasal 2). Semua hak anak yang diakui dan terkandung dalam KHA harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa perbedaan apapun.
2.        Kepentingan terbaik untuk anak (Pasal 3). Semua tindakan yang menyangkut anak, pertimbangannya adalah apa yang terbaik untuk anak.
3.        Kelangsungan hidup dan perkembangan anak (Pasal 6). Hak hidup yang melekat pada diri setiap anak harus diakui atas perkembangan hidup dan perkembangannya harus dijamin.
Penghargaan terhadap pendapat anak (Pasal 12). Pendapat anak terutama yang menyangkut hal-hal yang dapat mempengaruhi kehidupannya perlu diperhatikan dalam setiap pengambilan keputusan.
Konvensi hak anak tersebut diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dalam Keppres No. 36 tahun 1990. Dalam Keppres tersebut dinyatakan bahwa anak memiliki hak-hak antara lain: hak untuk hidup layak, hak untuk berkembang, hak untuk dilindungi, hak untuk berperan serta, hak untuk menolak menjadi pekerja anak, dan hak untuk memperoleh pendidikan.

D.    Regulasi Terkait Pekerja Anak
Undang-Undang yang mengatur pekerja anak adalah sebagai berikut:
1.              Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang ini mengatur mengenai hal yang berhubungan pekerja anak mulai dari batas usia diperbolehkan kerja, siapa yang tergolong anak, pengupahan dan perlidungan bagi pekerja anak.
2.              Undang-Undang No. 20 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 138 Tahun 1973 mengenai Batas Usia Minimum Diperbolehkan Bekerja
Undang-Undang ini mengatur dengan jelas tentang umur minimum seseorang untuk bekerja
·  Umur minimum tidak boleh 15 tahun. Negara-negara yang fasilitas perekonomian dan pendidikannya belum dikembangkan secara memadai dapat menetapkan usia minimum 14 tahun untuk bekerja pada tahap permulaan.
·  Umur minimum yang lebih tua yaitu 18 tahun ditetapkan untuk jenis pekerjaan yang berbahaya “yang sifat maupun situasi dimana pekerjaan tersebut dilakukan kemungkinan besar dapat merugikan kesehatan, keselamatan atau moral anak-anak”.
·  Umur minimum yang lebih rendah untuk pekerjaan ringan ditetapkan pada umur 13 tahun.
3.              Undang-Undang No. 1 tahun 2000 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 182 Tahun 1999 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak
Undang-Undang ini menghimbau adanya pelarangan dan aksi untuk menghapuskan segala bentuk perbudakan atau praktek-praktek sejenis perbudakan, seperti penjualan dan perdagangan anak-anak, kerja ijon dan kerja paksa, termasuk pengerahan anak-anak atau secara paksa atau untuk dimanfaatkan dalam konflik bersenjata dengan menerapkan undang-undang dan peraturan.

KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Fenomena Pekerja Anak di Indonesia masih sangat tinggi jumlahnya. Sementara di sisi lain regulasi terkait dengan hak anak di negaranya telah diatur dalam UU, Konvensi, dsb. Di samping itu, 48 negara di dunia telah menandatangani The Universal Declaration About Human Rights dan Indonesia telah menyepakati poin-poin dalam Konvensi Hak Anak yang dirumuskan bersama dengan PBB. Perlu adanya keselarasan antara realita dengan kesepakatan tersebut sehingga penyelenggaran perlindungan bagi anak dapat menyeluruh dan fenomena pekerja anak di Indonesia dapat segera dihapuskan.

B. SARAN
1.  Fenomena pekerja anak di Indonesia harus segera dilakukan pembahasan terkait solusi konkrit yang dapat dilakukan baik oleh akademisi, praktisi, aktivis, siswa/mahasiswa, dan masyarakat umum
2. Perlu adanya regulasi yang mengatur mengenai sanksi yang berlaku bagi penyelenggara, pekerja, dan pihak-pihak yang terkait dengan fenomena pekerja anak
3.   Meningkatkan sosialisasi terkait dengan Konvensi Hak Anak yang harus dicapai oleh Indonesia


DAFTAR PUSTAKA
Hurlock, Elizabeth B (1993). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga
Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentangPerlindunganAnak
Unicef, Convention On The Right Of The Child. (KonvensiHak-hakAnak)
Undang-Undang No. 4 tahun 1979 tentangKesejahteraanAnak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar