Child - Us

Child - Us
with Sanggar Waringin's child

Rabu, 01 Oktober 2014

Anak Yang Terlantar



ARTIKEL ANAK TERLANTAR


Disusun untuk memenuhi penilaian mata kuliah Social Work with Children and Family
Semester VII Tahun 2014


Oleh :
Ratna Sari
170310110002
Adetya Nuzuliani Rahma
170310110017
Resti Fauziah
170310110027
Puspa Sagara Asih
170310110048
Dienna Karimah
170310110069
Andi Resky Aprilianty
170310110084






                     

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
TAHUN 2014

Tema : Peran Pekerja Sosial Dalam Menangani Permasalahan Anak Terlantar di Indonesia


Memotret Kasus Anak Terlantar dari Lensa Pekerja Sosial














A
pa yang ada di benak anda ketika melihat gambar diatas? Situasi yang kontras bukan? Gambar sebelah kiri terlihat keluarga yang sedang makan bersama, yang menggambarkan bahwa keluarga tersebut telah memenuhi kebutuhan fisik anak-anaknya. Namun hal ini sangat bertolak belakang dengan gambar sebelah kanan. Gambar tersebut menyorot dua orang anak tanpa orang tuanya, yang terlihat lusuh, dan tidak terurus. Gambar sebelah kanan ini, menunjukan salah satu masalah sosial yang banyak muncul di Indonesia, yaitu anak terlantar.
Menurut Keputusan Menteri Sosial RI. No. 27 Tahun 1984 terdapat beberapa karakteristik atau ciri-ciri anak terlantar yaitu:

  1. Anak (Laki-laki/perempuan) usia 5-18 tahun
  2. Tidak memiliki ayah, karena meninggal (yatim), atau ibu karena meninggal tanpa dibekali secara ekonomis untuk belajar, atau melanjutkan pelajaran pada pendidikan dasar.
  3. Orang tua sakit-sakitan dan tidak memiliki tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap. Penghasilan tidak tetap dan sangat kecil serta tidak mampu membiayai sekolah anaknya.
  4. Orang tua yang tidak memiliki tempat tinggal yang tetap baik itu rumah sendiri maupun rumah sewaan.
  5. Tidak memiliki ibu dan bapak (yatim piatu), dan saudara, serta belum ada orang lain yang menjamin kelangsungan pendidikan pada tingkatan dasar dalam kehidupan anak.
  6. Tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya
  7. Anak yang lahir karena tindak perkosaan, tidak ada yang mengurus dan tidak mendapat pendidikan.




Dilihat dari ciri-ciri diatas, maka pengertian anak terlantar adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang karena sebab tertentu (karena beberapa kemungkinan: kemiskinan, salah seorang dari orang tua/wali sakit, salah seorang/kedua orang tua/wali pengasuh meninggal, keluarga tidak harmonis, tidak ada pengasuh) sehingga tidak dapat terpenuhinya kebutuhan dasar dengan wajar baik jasmani, rohani , maupun sosial.
Berbicara mengenai anak terlantar, maka berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan anak. Anak memiliki hak untuk terpenuhi kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan itu tentunya harus memperhatikan aspek perkembangan fisik dan mental anak. Pada anak terlantar, kebutuhan dan hak anak tersebut tidak dapat terpenuhi dengan baik, hingga menyebabkan anak harus menjadi anak terlantar karena berbagai faktor, diantaranya :
1.         Faktor ekonomi keluarga                               
Keluarga merupakan faktor yang paling penting dan sangat berperan dalam perkembangan anak. Permasalahan keluarga seperti tidak ada biaya, lemahnya pendapatan orang tua, atau pekerjaan orang tua yang jauh dari anak dapat berakibat pada kurangnya pemenuhan kebutuhan terhadap anak. Sehingga menyebabkan anak terlantar
2.   Faktor pendidikan keluarga
Di lingkungan masyarakat menengah ke bawah, pendidikan cenderung diterlantarkan karena krisis kepercayaan pendidikan dan juga ketidakadaan biaya untuk mendapatkan pendidikan. Sehingga pengetahuan akan pentingnya pemenuhan kebutuhan anak juga minim, dan menyebabkan anak terlantar.
3.         Kelahiran diluar nikah
Seorang anak yang kelahirannya tidak dikehendaki pada umumnya sangat rawan untuk ditelantarkan dan bahkan diperlakukan salah (child abuse). Pada tingkat yang ekstrim, perilaku penelantaran anak bisa berupa tindakan pembuangan anak untuk menutupi aib atau karena ketidak sanggupan orang tua untuk melahirkan dan memelihara anaknya secara wajar.
4.         Konflik keluarga
Adanya konflik diantara keluarga dapat menyebabkan anak menjadi terlantar. Misalnya kasus perceraian orang tua yang dapat menyebabkan saling menyerahkan kewajiban dalam pemenuhan kebutuhan anak, yang dapat menyebabkan anak merasa diterlantarkan karena ia tidak dapat memenuhi kebutuhan dirinya. 
Pada anak terlantar, kebutuhan dan hak anak tersebut tidak dapat terpenuhi
dengan baik. Sehingga ia tidak dapat berfungsi secara sosial. Pekerjaan sosial ialah bidang keahlian yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan berbagai upaya guna meningkatkan kemampuan orang dalam melaksanakan fungsi-fungsi sosialnya melalui proses interaksi, agar orang dapat menyesuaikan diri dengan situasi kehidupannya secara memuaskan (Wibhawa:2010). Penyelesaian masalah anak terlantar merupakan ranah profesi pekerjaan sosial.  Untuk menangani masalah anak terlantar, tentu saja pekerja sosial memiliki peran yang bersinergis dengan orang tua apabila ada, masyarakat serta pemerintah untuk dapat mengupayakan perlindungan dan hak anak agar kebutuhan anak terlantar tersebut dapat terpenuhi.
Pendekatan yang digunakan peksos, diantaranya adalah :
1.      Motivator
Pekerja sosial berperan untuk memberikan motivasi kepada anak terlantar dan orang tuanya  untuk mengatasi permasalahan yang dialami.
2.      Enabler
Pekerja sosial berperan sebagai pemungkin dalam membantu dan meyakinkan anak terlantar dan orangtuanya bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi dengan pemanfaatan berbagai sistem sumber yang ada.
3.      Fasilitator
Peran pekerja sosial memfasilitasi anak terlantar dan orangtuanya untuk  mampu melakukan perubahan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama.
4.      Broker
Dalam mengatasi masalah yang dihadapi anak terlantar, maka pekerja sosial berperan untuk menghubungkan mereka dengan berbagai sistem sumber dalam memenuhi keinginan mereka untuk memperoleh keuntungan maksimal.
5.      Mediator
Pekerja sosial dapat memerankan sebagai fungsi mediator untuk menjembatani antara anggota kelompok dan sistem lingkungan yang menghambatnya. Kegiatan yang dilakukan sebagai mediator yaitu menghubungkan anak terlantar dan keluarganya dengan sistem sumber yang ada dalam masyarakat baik sistem sumber informal maupun formal.
6.      Advocate
Peran advocate atau pembelaan merupakan salah satu praktek pekerjaan sosial yang bersentuhan dengan kegiatan politik.  Peran ini dilakukan untuk memperjuangkan hak-hak dan kewajiban anak terlantar.

            Kasus anak terlantar bukanlah fenomena yang baru terjadi di Indonesia. Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri mengatakan, jumlah anak telantar di seluruh Indonesia mencapai sekitar 4,5 juta anak yang tersebar di berbagai daerah (http://www.republika.co.id/). Salah satu kasus anak terlantar terjadi di daerah Cianjur. Dalam http://www aspirasirakyat.com, sedikitnya 3 ribu balita di Cianjur ditelantarkan orang tua mereka yang memilih bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) ke sejumlah negara di Timur Tengah. Data itu diperoleh Yayasan Istri Binangkit (YIB) dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Cianjur sejak tahun 2012. Keberadaan para balita yang ditelantarkan itu saat ini sebagiannya ada yang dirawat sanak keluarga mereka. Namun ada juga yang dirawat di YIB dan P2TP2A Kabupaten Cianjur.
            Tentunya pekerja sosial berperan untuk mengatasi kasus diatas dengan pendekatan dan intervensi yang dimiliki pekerja sosial.  Berdasarkan contoh kasus yang telah dipaparkan di atas, maka intervensi pekerja sosial yang dapat dilakukan yaitu dengan metode Group Work. Metode ini dilakukan dengan cara membentuk kelompok yang terdiri dari anak-anak terlantar. Adapun peran pekerja sosial dapat sebagai motivator serta fasilitator. Sebagai motivator, pekerja sosial dapat memotivasi anak terlantar yang berada di Yayasan Istri Binangkit, dengan cara memberikan education games. Sedangkan peran pekerja sosial sebagai fasilitator dapat dilakukan dengan cara memfasilitasi anak terlantar dalam kelompok terapi group work nya. Sebagai broker, pekerja sosial berperan untuk menghubungkan anak terlantar dengan berbagai sistem sumber, seperti lembaga-lembaga yang dapat menjamin kebutuhannya dan meningkatkan kualitas hidup anak tersebut baik dari lingkungan pemerintah maupun swasta. Sebagai Enabler, pekerja sosial bertindak sebagai pemungkin dengan berusaha menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh anak dan keluarga anak dengan cara memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia di lingkungan sekitar anak terlantar. Dalam menjalankan peran ini, pekerja sosial dituntut untuk menggunakan perspektif strength based. Sebagai mediator, peran pekerja sosial dapat menjembatani antara anak terlantar dan sistem lingkungan yang menghambatnya, seperti orang tua yang bekerja menjadi TKI atau sumber informal lainnya dan sumber formal yang ada dalam masyarakat. Kemudian dalam kasus ini, peran advocate dilakukan untuk memperjuangkan hak-hak dan kewajiban anak terlantar, seperti tidak terpenuhinya kebutuhan dasar anak.


Referensi :
Wibhawa Budhi, Raharjo Santoso T, Budiarti Meilany. 2010. Dasar-dasar Pekerjaan Sosial. Widya Padjadjaran: Bandung.
Rafsanjani Isti Nur. 2012. Peran Dinas Sosial Provinsi Dalam Menangani Anak Terlantar di Provinsi D.I Yogyakarta (Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak). Fakultas Hukum. Universitas Islam Indonesia: Yogyakarta w.uii.ac.id
http://www.republika.co.id diakses pada 18/09/2014 pukul 10.00 WIB
http://www aspirasirakyat.com diakses pada 18/09/2014 pukul 10.00 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar